Langsung ke konten utama

Cerita Kelahiran


Rabu, 1 Februari 2016 dini hari tampak lendir di celana dalam. Lendir itu bewarna bening dan lengket. Sepintas sangat mirip dengan ingus. Lendir tersebut mampu membuat celana saya basah, hingga saya harus ganti celana berkali-kali. Beberapa hari sebelumnya ada bercak darah di dalam celana dalam saya. 

Saya khawatir lendir tersebut merupakan rembesan air ketuban. Saya mencoba mencari informasi melalui internet mengenai lendir tersebut, Namun, kekhawatiran saya membuat saya kesulitan memilah dan mencerna berbagai informasi yang disajikan oleh internet. Yap, tidak bisa dipungkiri, luapan informasi seringkali membuat kita makin kebingungan. 

Lendir tersebut terus keluar hingga pagi hari. Pada pukul 7 pagi saya bergegas pergi kontrol ke rumah sakit. Ibu saya meyakinkan bahwa lendir tersebut bukanlah ketuban. Sebab menurut beliau, air ketuban mengalir dengan deras, seperti air pipis yang tidak tertahankan, sedangkan lendir yang saya alami hanyalah rembesan. Menurut ibu, lendir tersebut dinamakan “makanan bayi” dalam istilah lokal. Lendir tersebut menandakan waktu kelahiran semakin dekat dan bukan tanda bahaya. Berdasarkan hasil informasi yang saya dapatkan dari internet, air ketuban bisa saja merembes karena ada bocoran. Saya masih sangat khawatir dengan lendir itu meski ibu sudah mencoba menenangkan dan meyakinkan. 

Saya pergi ke RS Hermina bersama ibu. Sesampainya di rumah sakit, saya langsung bergegas ke pendaftaran. Petugas pendaftaran segera menelpon perawat dan mengantarkan saya ke ruang persalinan.  Bidan dan perawat segera memasangkan saya alat CTG untuk merekam besarnya kontraksi dan detak jantung bayi. 

Bidan juga mengecek lendir yang keluar dari vagina dengan kertas lakmus. Jika kertas lakmus berubah warna, artinya cairan yang keluar adalah air ketuban. Begitupula sebaliknya, jika kertas lakmus tidak berubah warna, cairan tersebut bukanlah air ketuban. 

Saya fikir pengecekan bisa dilakukan dengan lendir yang ada di celana. Ternyata pengecekan dilakukan dengan mencari sumber lendir tersebut di vagina untuk memastikan lendir yang dicek belum terkontaminasi atau tercampur dengan zat atau cairan lain. Bidan menggunakan alat bantu yang terbuat dari besi untuk memudahkan mencari sumber lendir tersebut. Ternyata, rasanya sangat tidak nyaman. Bidan meletakkan kertas lakmus ke dalam lendir dari vagina. Hasilnya negative. Kertas lakmus tidak berubah warna. 

Bidan juga berupaya mencari kantong rahim dan mengecek pembukaan.  Tindakan pengecekan pembukaaan juga sangat tidak nyaman, terutama pada pembukaan-pembukaan awal. Menurut Bidan, hari itu saya sudah pembukaan 1. Namun saya sama sekali tidak merasakan kontraksi. Bidan juga meminta saya untuk cek darah lengkap. Saya menolak, sebab sebulan yang lalu saya sudah cek darah lengkap dan hasilnya sudah cukup baik. Cek darah lengkap memakan biaya yang tidak sedikit. Bidan menginfokan biaya cek darah ini Rp600.000,- .  Saya berfikir kalau cek darah lagi tentu sangat boros. 

Saya meminta izin untuk pulang ke rumah. Namun dokter Ida Syarifah, selaku dokter pendamping menginstruksikan kepada bidan jaga untuk meminta saya menunggu di rumah sakit dalam rangka observasi  selama 4 jam serta melakukan cek darah. Saya bersih keras untuk pulang. Akhirnya, bidan memperkenankan dengan syarat saya menandatangani surat pernyataan bahwa rumah sakit tidak bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu dalam perjalanan saya pulang. Bidan khawatir saya mengalami kontraksi lanjutan. 

Akhirnya, saya meminta persetujuan suami dan mertua. Keduanya menyarankan saya mengikuti instruksi dokter. Suami juga setuju dengan cek lab darah. Toh mau gimana lagi hasil cek lab darah saya sebelumnya sudah kadaluarsa sebab sudah dikeluarkan lebih dari 1 bulan. Akhirnya saya menunggu. Ibu saya pulang lebih dulu karena ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Saya menunggu seorang diri ditemani suami yang memantau saya melalui telpon atau whatsapp. 

Sekitar pukul 12.00 Wib saya sudah bisa pulang. Empat jam saya lalui tanpa ada perkembangan kontraksi. Tetapi saya masih harus menunggu sampai jam 3 siang. Sebab dokter pendamping saya belum merespon segala informasi yang diberikan bidan jaga pada dokter. Dokter saya memang tidak ada jadwal praktek pada hari itu. Jadi segala informasi mengenai kondisi saya disampaikan bidan pada melalui telpon. 

Jam 3 siang akhirnya saya mendapat info bahwa saya diizinkan pulang. Tak lama kemudian suami saya menginfokan bahwa hari itu ia pulang cepat sehingga bisa menemani saya di rumah sakit. Padahal saya sudah disuruh pulang karena tidak ada perkembangan apa-apa.

Puncak Kontraksi itu
Seusai pulang dari RS Hermina, saya merasakan kontraksi. Rasanya seperti sakit mag. Bagi saya kontraksi itu lebih mirip sakit mag, bukan sakit perut. Kontraksi tersebut timbul tenggelam. Kontraksi timbul tenggelam dalam selang waktu 2-3 jam. Rabu malam itu saya sudah kesulitan tidur nyenyak. Rasa sakit memaksa saya merintih di tengah malam. Hal serupa juga terjadi di hari kamis. Kamis malam kontraksi semakin sering. Setiap satu jam saya merasakan sakit akibat adanya kontraksi. 

Jumat merupakan jadwal kontrol ke Dokter Ida. Saya masih merasakan kontraksi yang berselang satu jam sekali. Saya menyampaikan pada Dokter Ida mengenai rasa sakit tersebut. Namun berdasarkan hasil CTG rabu lalu, Dokter Ida menyampaikan belum adanya kontraksi dari rekam CTG. Perihal adanya pembukaan, Dokter Ida mengungkapkan bahwa kemungkinan ada kesalahan dari bidan. Jari bidan terlampau kecil, kemungkinan bidan salah perkiraan. 

Dokter Ida menyampaikan apabila pada HPL 7 Februari tak kunjung ada kontraksi dan pembukaan, maka akan diambil langkah induksi. Langkah itu diambil mengingat pengapuran plasenta yang sudah pada tingkat akhir. Dokter Ida khawatir jika terlalu lama, pengapuran bisa mengganggu bayi dalam rahim. 

Mendengar info itu saya dan suami sangat sedih. Kesakitan dua hari ini bukan kontraksi. Tampak wajah suami agak suram. Saya jauh lebih suram. Saya sedih bercampur takut. Saya takut induksi buatan. 

Berdasarkan informasi, induksi buatan sangat menyakitkan. Karena akan menyebabkan kontraksi yang kuat di setiap pembukaan. Berbeda dengan kontraksi alami dimana kekuatan kontraksi itu akan berlangsung dari kontraksi lemah ke kontraksi kuat tergantung pada tingkat pembukaan. 

Belum lagi induksi buatan belum tentu berhasil, bisa saja kontraksi ini gagal. Belum tentu tubuh ini mampu menerima kontraksi buatan. Jika gagal, maka akan dilakukan tindakan caesar. Sebagian ibu akhirnya memilih di caesar karena tidak mampu menahan rasa sakit kontraksi buatan. 

Siang itu saat menunggu suami menjalankan sholat jumat di RS Hermina, perut saya kembali berkontraksi. Saya memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, setidaknya di kamar mandi saya bisa merintih kesakitan tanpa ada orang lain yang melihat. Rasa sakit kontraksi itu timbul tenggelam sepanjang perjalanan pulang hingga sampai rumah. 

Mengetahui informasi dari Dokter Ida, umi saya (panggilan untuk ibu) menyarankan saya untuk memperbanyak berjalan dan jalan jongkok untuk memicu kontraksi. Sesampainya di rumah, saya menangis sekencang-kencangnya, menahan rasa sakit dan kecewa akan informasi dari Dokter Ida. Setelah menangis puas, saya pun mengikuti instruksi dari umi. Saya berjalan di dalam rumah dan berjalan jongkok. Tampak suami saya mengamati dan sesekali menemani berjalan kaki mengitari dalam rumah. Dukungan suami saat itu sangat berharga. Jika suami kita rapuh, istri akan jauh lebih rapuh. Itulah yang saya rasakan. 

Saat magrib tiba, saya merasakan kontraksi yang lebih sering. Saya mencoba menghitung waktu konraksi yang satu dengan kontraksi yang lain. Saya mengetahui bahwa kontraksi datang 5 menit sekali, bahkan saya kesulitan untuk menjalankan sholat magrib karena sakit itu. 

Umi menyarankan saya untuk mengunjungi klinik persalinan yang banyak dikunjungi orang-orang di sekitar rumah. Lokasinya di Leuwi Kopo, tak jauh dari kampus IPB Dramaga. Saat itu tak ada kendaraan di rumah yang tersedia untuk dikendarai. Akhirnya umi meminjam motor milik tetangga yang akan digunakan untuk mengantarkan saya ke klinik persalinan tersebut. 

Setelah suami menjalankan sholat magrib, saya dan suami pergi ke klinik dengan sepeda pinjaman tersebut. Sesampainya di klinik, saya segera ke meja pendaftaran dan meminta bidan mengecek saya terlebih dahulu sebab saya sudah mengalami kontraksi. Saya tidak mungkin menunggu antrian. 

Bidan di Leuwikopo dengan siaga mempersilahkan ke ruangan bersalin. Bidan tersebut mengecek apakah ada pembukaan ataukah tidak. Bidan menyatakan bahwa saya sudah pembukaan lima. Bidan menyarankan agar saya tetap di klinik menunggu kelahiran yang sudah sangat dekat. Bidan mengatakan kemungkinan besar saya akan melahirkan pada malam itu.

Sudah jauh-jauh hari saya merencanakan untuk melahirkan di RS Hermina. Saya segera pamit ke bidan dan segera pergi ke RS Hermina dengan motor. Kontraksi terus berlanjut, saya mencoba menahannya hingga alhamdulilah saya bisa sampai ke RS Hermina dengan sepeda motor. 

Sekitar pukul 20.00 saya masuk ke ruang tindakan. Bidan RS Hermiana mengecek pembukaan dan menyatakan bahwa saya sudah memasuki pembukaan 4. Saya terus menahan kontraksi yang muncul tenggelam. Memasuki kontraksi 6,7 saya mulai berbicara melantur. Saya minta dibimbing untuk menarik nafas. Menarik nafas membantu saya untuk menahan rasa sakit karena kontraksi. 

Saya ingat benar, saya mengucapkan ini saat mengalami kontraksi 7 ke 8, saat itu ada A Irfan (kakak laki-laki) dan Pipih (ipar) yang datang untuk menjemput motor pinjaman dari tetangga.
Feni udah engga kuat
Feni udah nyerah
Bidan dengan sabar meyakinkan saya bahwa saya kuat. Saya pasti kuat. Saya melihat suami mencoba membimbing saya untuk terus menarik nafas.
A Irfan (kakak laki-laki saya) meminta suami saya untuk menunjukkan letak motor tetangga yang hendak ia bawa pulang kembali. Saat itu dengan setengah sadar saya mengatakan pada suami saya
Lu jangan kemana-mana, biar motor cari sendiri aja, masa engga bisa. (cerita dari suami)

Ada lagi bagian yang sangat tidak nyaman, yaitu saat bidan dan perawat mencoba mengambil urin dari dalam vagina. Pada saat pengambilan mereka meminta saya untuk membuka lebar kedua paha, disaat itu juga saya harus menahan untuk mengejan. Padahal bagi saya cara untuk menahan mengejan ialah melipat paha dan kaki rapat-rapat, sedangkan bidan meminta hal yang sebailknya, Hal itu menguji kesabaran saya apalagi bidan dan perawat tampak agak kesulitan mengambil urin tsb, sehingga cukup memakan waktu. 

Saya sudah cek urin dahulu sebagaimana permintaan dari Dokter Ida. Saya heran mengapa saya harus cek urin lagi. Toh berdasarkan hasil cek lab urin di RS Leuwiliang sekitar satu bulan yang lalu, saya baik-baik saja. Saya sangat kesal saat itu. “Ini apa lagi sih, Dokter Ida nyuruh apalagi, cek urin lagi-lagi”, dengan nada marah. Saya menahan sakit mengejan teramat sangat, tetapi di waktu yang sama saya harus membuka lebar paha saya.
Saya sisipkan membaca surat pendek Al Quran. Saat itu saya sangat pasrah. Saya sudah mengatakan bahwa saya sudah tidak kuat dan menyerah, namun saya tidak punya pilihan saya harus melanjutkan. 

Pada pembukaan ke 8, saya merasakan ada sekumpulan kantong berisi air yang keluar dari vagina, jatuh ke lantai, dan pecah membasahi lantai. Entahlah itu iar ketuban atau apalah. Saya tidak mampu berfikir saat itu. Bidan segera memasukan kapsul anti nyeri ke anus saya, dan memasukan obat melalui infus untuk mempercepat pembukaan. Tidak berapa lama Dokter Ida datang sudah memakai seragam operasi, warnanya hijau. Begitupula para perawat dan bidan tampak sudah mengganti pakaian. Tampak pula perawat bayi yang sudah bersiap untuk menerima bayi yang akan saya lahirkan. Ada satu perawat laki-laki diantara perawat penerima bayi. Saya sudah engga tahu  malu. Sudahlah biarlah ada laki-laki. Saya sudah pasrah. 

Kedua paha saya di topang menggunakan alat penyangga paha yang diletakkan di sisi kanan dan kiri ranjang sehingga saya bisa membuka paha dengan lebar. Saya diminta mengejan. Oh ya posisi bayi saat itu miring ke kanan, bayinya engga di tengah rahim. Jadi sebelum mengejan dokter dan para perawat memposisikan bayi untuk pindah ke tengah.
Saya mengejan, saya berupaya mempraktekkan cara mengejan yang saya peroleh dari senam hamil di RS Hermina. Saya menarik nafas panjang, mencoba melihat perut saya sedekat mungkin, dan mengejan. Saya ulangi dan ternyata saya tidak mampu mengejan dengan baik. Setiap kali gagal mengejan, dokter meminta suami saya untuk menegukkan teh manis pada saya. Mengejan tiga kali saya gagal mengejan dengan kuat sehingga dede bayi tidak kunjung lahir. Dokter Ida menyatakan bahwa dede bayi tidak boleh lama-lama di jalur lahir. Dokter Ida menginstruksikan perawat untuk membawa vakum. Ya Allah saat lihat vakum itu saya sangat sedih. Saya  takut dede kenapa-kenapa. Saya takut vakum itu melukai kepala dede. Saya takut vakum itu akan berdampak buruk bagi kecerdasan dan perkembangannya. Ya Allah hati saya menjerit. Tolong ya Allah jangan sampai dede bayi di Vakum. Allah tolong. 

Mengejan ke empat, para perawat dengan sekuat tenaga membantu saya mendorong bayi saya untuk keluar. Kali ini tampak para perawat semakin berupaya keras membantu mendorong bayi saya. Saya ingat betul di samping kiri saya ada perawat mendorong dari bagian atas perut. Ada kira-kira 3-4 orang perawat. Alhamdulilah dengan bantuan para perawat, dede bayi bisa dilahirkan normal tanpa bantuan vakum pada pukul 01.40 Wib. Ya Allah saya lihat dede bayi keluar. Ia tampak belum menangis. Perawat menepuknya dan ia pun menangis. Ya Allah akhirnya saya bisa bertemu dengan malaikat kecil itu, namanya Lauda Alfaizi artinya Pujian Kejayaan. Puji syukur kepada Allah. 

Perawat bayi tampak menghanduki dede bayi. Namun karena dede bayi terlampau lama di jalur lahir, ia perlu perawatan lebih lanjut. Saya tidak bisa IMD dengan dede bayi.  Saya hanya diperkenankan mencium dede bayi sekali dan perawat segera membawa dede ke ruang perawatan bayi. Awalnya kecewa tidak bisa IMD, akan tetapi rasa syukur dede lahir normal tanpa vakum lebih besar daripada kekecewaan itu. 

Selanjutnya Dokter Ida menjahit bagian yang robek pasca melahirkan. Jahitannya jahitan jelujur, jadi tak ada hitungan jumlah jahitan. Dokter juga memasukan kapas berukuran besar ke dalam vagina, pagi nanti saat ingin buang air kecil, kapas tsb bisa diambil. Jumlahnya ada 3 buah kapas berukuran tutup deodoran. 

Seusai itu saya diperkenankan istirahat. Saya tidur hingga azan Subuh berkumandang. Oh ya selepas dokter dan perawat pergi suami saya juga pergi ke ruang bayi memastikan bayi kami terawat dengan baik dan berkoordinasi dengan perawat bayi dan dokter anak.
Alhamdulilah, saya sangat bersyukur dalam proses persalinan ini ada suami saya yang mendampingi saya. Kalau bukan suami saya yang menemani, tidak ada seorang pun anggota keluarga saya yang berani melihat proses persalinan. 

Jadi ingat sepanjang proses melahirkan ini saya tidak membiarkan suami saya pergi kemana pun. Saya hanya mengizinkan ia pergi saat awal kedatangan di rumah sakit, untuk registrasi, makan malam, dan membeli makan untuk kami. Selebihnya saya tidak mengizinkan suami pergi kemanapun.

Oh ya ternyata bukan waktu lahiran aja si dede bayi hobi miring ke kanan. Saat ini ia lebih suka posisi memiringkan kepala ke kanan. Aduh ya Allah dede Lauda ku sayang. 


Ya Allah izinkan saya dan suami saya membersamai tumbuh kembang dede Lauda hingga ia dewasa dan mandiri. Berkahkanlah usia anggota keluarga kecil ini ya Allah.











Komentar

  1. Maaf mbak bagaimana menurut mbak mengenai Dr Ida kami ijin arahan dan masukan 🙏 berkenan kami minta No mbak

    BalasHapus
  2. Maaf mbak bagaimana menurut mbak mengenai Dr Ida kami ijin arahan dan masukan 🙏 berkenan kami minta No mbak

    BalasHapus
  3. Maaf mbak bagaimana menurut mbak mengenai Dr Ida kami ijin arahan dan masukan 🙏 berkenan kami minta No mbak

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Data Untuk MC Pernikahan

Niat hati mau delete data-data yang sudah engga kepake, salah satunya pernak pernik dokumen pernikahan.  Khawatir masih ada yang butuh posting aja.... DATA UNTUK MC PERNIKAHAN HARI/TANGGAL                : WAKTU                                 :  PUKUL                                 -               WIB (AKAD NIKAH)                                           ...

Ibu Baru, Ini Daftar Belanja Perlengkapan Bayi

Tulisan ini didedikasikan untuk sahabat saya yang saat ini sudah menginjak usia kehamilan 6 bulan. Waktu saya hamil, saya kebingungan mengenai perlengkapan apa saja yang perlu saya beli, merk apa, beli dimana yang bagus dan murah. Saya engga mau Zi, panggilan temen saya, juga merasakan hal yang sama. Berharap tulisan dapat sedikit memandunya untuk menentukan pilihan perlengkapan bayi yang akan dibeli. Beli perlengkapan merupakan moment yang saya tunggu. Gimana engga nunggu, saya sudah gemes lihat produk-produk bayi. Pengen banget beli buat si mungil nanti. Berikut ini list perlengkapan bayi yang dibeli 1.  Pakaian bayi. Biasanya pakaian bayi untuk newborn ini udah satu pasang, yakni atasan dan bawahan. waktu hamil Lauda, saya engga tahu kalau baju bayi itu dijual per pasang. Jadi dulu mau beli begini (a) baju bayi tanpa lengan : 6 psc (b) baju bayi lengan pendek : 12 psc (c) baju bayi lengan panjang : 6 psc (d) celana pendek bayi : 12 psc (e) celana panjang bayi : 6 psc ...